RIAUIDENTITAS.COM-SONTANG-Di tengah derasnya arus fitnah yang mencoba meruntuhkan nama baiknya, masyarakat justru menyaksikan bukti yang tak dapat disangkal bahwa Zulfahrianto, SE atau akrab fisapa Anto Sontang adalah tokoh desa yang bekerja tanpa imbalan, berkorban tanpa dihitung, dan membangun kampung dengan seluruh ketulusan yang dimiliki.
Desa Sontang hari ini bukan lagi desa yang dulu dipandang sebagai pelosok. Di tangan seorang pemimpin yang tidak pernah meminta dipuji, desa ini berubah pelan tapi pasti, menjadi desa yang menuju kota, sesuai dengan motto yang ia gaungkan sejak awal menjabat.
Ikon Baru Rokan Hulu: Masjid Terapung Syekh Muhammad Kayo Dibangun dari Dana Pribadi
Salah satu karya terbesar Anto Sontang yang membuat banyak orang tertegun adalah pembangunan Masjid Terapung Syekh Muhammad Kayo. Masjid yang dibangun megah di atas permukaan air ini bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi diproyeksikan menjadi ikon baru Kecamatan Bonai Darussalam, bahkan ikon kebanggaan Kabupaten Rokan Hulu.
Yang membuat masyarakat semakin kagum adalah kenyataan bahwa pembangunan masjid ini dibangun sepenuhnya dari dana pribadi Anto Sontang. Tanpa bantuan pemerintah, tanpa sponsor, tanpa proposal.
Ia membangun dengan satu niat: meninggalkan warisan ibadah yang bermanfaat bagi semua orang, tanpa terkecuali.
Masyarakat menyaksikan sendiri bagaimana ia menyiapkan lokasi, mengatur desain, mengawasi pembangunan, dan memastikan masjid ini menjadi simbol kemajuan desa yang selama ini dianggap tertinggal.
Tidak Ada Lagi Jalan Tanpa Beton, Pengorbanan yang Mencapai Milyaran Rupiah
Masih belum berhenti di sana. Anto Sontang juga tercatat sebagai sosok yang memastikan tidak ada lagi jalan masyarakat di Desa Sontang yang masih tanah atau berlumpur.
Kini semua jalan masyarakat telah dibeton, dibangun rata, kuat, dan layak dilalui.
Yang membuat masyarakat terharu:
Sebagian besar pembangunan jalan tersebut menggunakan dana pribadi Anto Sontang, dengan nilai yang telah mencapai angka miliaran rupiah.
Pengorbanan sebesar ini jarang ditemukan hari ini, terlebih dilakukan oleh seorang kepala desa yang sesungguhnya tidak wajib menggunakan harta pribadi untuk pekerjaan pelayanan publik. Ia memilih jalan sulit—mengeluarkan uang sendiri—demi melihat warganya tidak lagi menderita karena akses jalan yang buruk.
Tokoh yang Selalu Menolong Siapa Pun Tanpa Meminta Balasan
Di masjid, di sungai, di tengah proyek pembangunan, atau di acara keagamaan—Anto selalu hadir. Bukan untuk disorot kamera, bukan untuk dipuji, tetapi karena panggilan nurani.
Siapa pun yang datang meminta bantuan, ia bantu.
Tidak pernah bertanya apa imbalannya, tidak pernah menghitung biaya yang ia keluarkan, tidak pernah menolak permintaan masyarakat, selama ia mampu membantu.
“Inilah pemimpin yang tidak hanya memimpin, tetapi mengayomi,” ujar seorang warga.
“Beliau mengorbankan hartanya, waktunya, pikirannya… demi kami.”
Membangun di Tengah Fitnah, Tetap Berdiri Demi Desa
Ketika berita buruk diarahkan kepadanya, Anto Sontang tidak membalas dengan kata-kata.
Ia membalas dengan kerja nyata:
• Membangun masjid terapung dari dana pribadi.
• Membeton seluruh jalan yang sebelumnya rusak.
• Membangun fasilitas gizi dan pelayanan publik.
• Menghidupkan kegiatan keagamaan.
• Menjadi tempat semua orang meminta bantuan.
Setiap bangunan yang berdiri, setiap jalan yang kini mulus, setiap program yang berjalan—menjadi saksi bahwa Anto Sontang membangun desa bukan untuk jabatan, tetapi karena cinta terhadap negerinya sendiri.
Dan hari ini, satu kebenaran tidak bisa dibantah:
Fitnah bisa dibuat, tetapi pengabdian tidak bisa dipalsukan.
Anto Sontang telah membuktikan bahwa pemimpin hebat bukan yang meminta penghargaan, tetapi yang memberi tanpa pamrih, berkorban tanpa dituntut, dan tetap berdiri meski difitnah.
Desa Sontang layak bangga. Karena mereka memiliki pemimpin yang murni membangun negeri, bahkan dengan hartanya sendiri. (RI)








