DUMAI-(RI)-Tersangka kasus penganiayaan atas nama Fina Yolanda akhirnya menghirup udara bebas. Penanganan perkara perempuan berusia 19 tahun ini dapat penerapan prinsip keadilan restoratif dari Kejaksaan Negri Dumai.
Perempuan ini disangkakan melanggar pasal Pasal 351 ayat (1) KUHPidana terkait penganiayaan terhadap korban bernama Anggi Ulfa Dwi Yanti. Dirinya sempat ditahan di Rutan Kelas II B Dumai.
Dibebaskannya Fina melalui Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Nomor: 1576/L.4.11/Eoh.2/08/2023, Kepala Kejaksaan Negeri Dumai, Agustinus Herimulyanto, menginformasikan bahwa penghentian penuntutan ini dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan berdasarkan hukum yang berlaku.
Proses penghentian perkara ini juga melibatkan beberapa tahapan penting. Keputusan ini diambil setelah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Republik Indonesia, yang diikuti oleh presentasi dari Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Iwan Roy Carles, SH, MH dan Jaksa yang menangani perkara, Mutia Khanandita E, SH, kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dr. Fadil Zumhana, S.H., M.H., Direktur Oharda, dan Kasubdit pada hari Selasa (29/08/2023).
"Permohonan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif dalam perkara Fina Yolanda telah mendapat persetujuan dari JAMPIDUM dalam Conference Ekspose yang diikuti juga oleh Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Martinus Hasibuan, SH dan Kasi Oharda bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Faiz Ahmed Illovi, SH. MH," jelas Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Dumai Abu Nawas, Kamis (31/8/2023).
Peristiwa penganiayaan yang melibatkan Fina Yolanda dan Anggi Ulfa Dwi Yanti terjadi pada tanggal 16 Mei 2023. Berdasarkan hasil Visum et Repertum dari Rumah Sakit Bhayangkara TK. IV Dumai tanggal 01 Agustus 2023, korban mengalami cedera pada pelipis mata, tulang pipi, dan bagian kepala akibat kekerasan fisik yang dilakukan oleh Fina Yolanda.
Penghentian penuntutan kasus ini menjadi contoh konkret penerapan keadilan restoratif, di mana keputusan diperoleh setelah melalui berbagai tahapan analisis dan evaluasi. Keadilan restoratif mendorong pemulihan hubungan antara pelaku dan korban serta komunitas, mengutamakan tanggung jawab pelaku atas tindakannya, dan memperbaiki dampak negatif yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut.
Kejaksaan Negeri Dumai berharap bahwa melalui pendekatan keadilan restoratif, masyarakat akan lebih menghormati nilai-nilai harmoni, saling menghormati, dan adab dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan keputusan ini, kasus Fina Yolanda telah memperlihatkan salah satu bentuk implementasi nyata dari prinsip-prinsip keadilan restoratif dalam sistem hukum Indonesia. (RI)