Ditaja KASN, Ispektorat dan BKPP Rohul Ikuti Webinar Netralitas ASN Dalam Pemilu 2024

ROKAN HULU-(RI)-Berdasarkan keputusan bersama menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, menteri Dalam Negeri , Kepala Badan Kepegawaian Negara, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang pedoman pembinaan dan pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan sehingga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) melaksanakan webinar Netralitas ASN dengan tema "Terlibat politisasi, Terjerat korupsi, tahun politik, tahun rawan korupsi ASN" secara Virtual.

Sebagai narasumber Pada Acara Webinar ini diantaranya Wakil ketua KPK Dr. Nurul Ghufron, SH, MH, Auditor Utama Keuangan Negara III BPK RI Dr. Ahmad Adib Susilo, SE, M.Sc.,Ak, CGAE,CA,CSFA.,ERMCP., CGCAE, Koordinator ICW Agus Sunaryanto dan diikuti oleh Seluruh Perwakilan Provinsi dan kabupaten/kota se Indonesia.

Dari Rokan Hulu diikuti oleh inspektur Rokanhulu H. Helfiskar, SH, MH , Kepala BKPP Erpan Dedi Sanjaya,SSTP, M.Si secara virtual dari Ruang Vidcon Diskominfo Rokan Hulu

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Prof. Agus Pramusinto mengatakan melalui riset tahun 2019 menyebutkan bahwa terdapat faktor-faktor mendasar yang memicu korupsi di kalangan pegawai negeri di negara-negara berkembang faktor tersebut adalah adanya politisasi ASN rendahnya gaji ASN kurangnya akuntabilitas, lemahnya mekanisme penegakan hukum dan prosedur peraturan yang berlebihan.

"Salah satu faktor yang relevan dengan kondisi ASN di negara kita dan menjadi fokus webinar kita adalah politisasi ASN menyangkut hal ini Komisi pemberantasan korupsi KPK secara tegas dalam menyebutkan bahwa tahun 2023 merupakan tahun rawan korupsi karena tahun 2023 merupakan gerbang masuk kontestasi politik tahun 2024" ungkapnya.

Dirinya menjelaskan Para kontestan politik memerlukan amunisi dana akibat budaya politik yang tinggi dalam catatan KPK sejumlah kegiatan birokrasi berpotensi menjadi sasaran korupsi yang meliputi praktek suap dalam pengisian jabatan ASN baik itu jabatan pimpinan tinggi administrator dan pengawasan, kemudian kegiatan pengadaan barang dan jasa, selanjutnya kebijakan anggaran baik dalam tahap perencanaan pelaksanaan dan pelaporan serta penerbitan perizinan

"Para kontestan politik tentunya tidak dapat mengeksekusi langsung peluang-peluang tersebut hal ini hanya bisa dilakukan dengan berkolusi bersama oknum ASN yang memiliki otoritas dalam pengelolaan sumber daya anggaran SDM dan aset dan bersedia menggadaikan integritasnya" ujarnya.

KASN Agus menambahkan Penyakit politisasi dan korupsi ini telah memakan banyak korban ASN apapun perannya dalam kasus tersebut baik pelaku utama ataupun perantara.

"berdasarkan hasil pengolahan data trend kasus korupsi di Indonesia tahun 2002 ICW menemukan bahwa dari 1396 tersangka korupsi 56 orang atau sekitar 36% diantaranya berstatus sebagai ASN dan jumlah tersebut mayoritas ASN tersangka merupakan ASN yang bertugas di pemerintah daerah" tambahnya.

Agus menyampaikan bahwa Politisasi ASN dan korupsi juga bisa terjadi dalam bentuk bantuan sosial (bansos) yang juga menjadi area yang sangat rawan terjadinya perilaku korupsi.

"Ketua Bawaslu RI Tahun 2020 mengemukakan bahwa terdapat tiga modus politisasi bansos yang pertama bansos didistribusikan dikemas atau di labeli gambar kepala daerah kedua bansos dikemas dengan menyertakan jargon atau simbol politik atau jargon kampanye yang digunakan pada Pilkada periode sebelumnya atau yang akan digunakan pada Pilkada yang akan datang kemudian selanjutnya bansos diberikan tidak mengatasnamakan pemerintah melainkan atas nama Kepala Daerah pribadi" terangnya.

Selain itu, lanjutnya modus selain dalam politisasi bansos yaitu adanya oknum Pemerintah Daerah yang memanipulasi data penerima bantuan sosial untuk kepentingan politik tertentu manipulasi data itu dilakukan oleh oknum dengan memasukkan pendukung atau bahkan tim suksesnya ke dalam data penerima bansos bansos juga dapat menjadi lahan korupsi.

"di mana beberapa kasus kita temukan antara lain pembelian material yang tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) kemudian membentuk kelompok penerima bantuan fiktif dan meminta imbalan kepada pihak penerima bansos" ungkap Agus.

Oleh karena itu, melalui webinar ini Agus Berharap ASN bisa lebih Netral dan aman dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan Tugas dan Fungsi nya tanpa terlibat Politisasi terutama di tahun yang rawan Korupsi seperti saat ini. (RI/Adv Diskominfo Rohul)

Related Post

Tinggalkan Komentar

Riau Identitas

Merupakan Media Online yang berada di Riau dengan mengutamakan informasi yang cerdas, Akurat dan berimbang